Shortening, Si Lemak Putih

Ketika tahun 1988 terjadi isu lemak babi, shortening adalah salah satu bahan yang sangat dicurigai kehalalannya. Banyak produk-produk ber-shortening, seperti biskuit, roti, dan cake yang tidak laku dan dijauhi konsumen.

Apakah shortening itu, dan mengapa produk tersebut harus diawasi asal-usulnya? Di balik empuknya roti atau gurihnya biskuit, di situlah shortening menjalankan perannya dengan baik.

Lemak padat yang menghasilkan tekstur renyah dan rasa gurih itu digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan berbagai produk yang berasal dari terigu. Di pasaran, shortening lebih dikenal sebagai lemak putih atau mentega putih.

Shortening berasal dari lemak hewani, lemak nabati, atau campuran dari keduanya. Di negara-negara Eropa, Amerika dan Australia banyak digunakan lemak hewani sebagai sumber pembuatan shortening, seperti tallow (lemak sapi) atau lard (lemak babi). Hal ini disebabkan karena ketersediaan bahan baku yang cukup banyak, sementara bahan baku lemak nabati sangat terbatas.

Lemak hewan ini memiliki tekstur yang sudah padat pada suhu kamar. Proses yang dilakukan untuk membuat shortening adalah pemisahan dari jaringan otot, pencampuran, pengadukan dan pembentukan tekstur.

Di negara-negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia, banyak dikembangkan shortening yang berasal dari minyak sawit. Caranya adalah dengan memisahkan stearin (bagian minyak sawit yang berbentuk padat) dengan olein (bagian minyak sawit yang cair).

Olein selanjutnya diolah menjadi minyak goreng, sedangkan stearin ini diolah lebih lanjut menjadi shortening atau margarin. Namun demikian karena tekstur stearin masih lembek dan mudah meleleh pada suhu kamar, maka sering dilakukan reaksi hidrogenasi untuk membuat lemak tersebut lebih padat lagi. Kadang-kadang untuk menghasilkan shortening khusus, ia masih harus ditambahkan lemak-lemak yang lain, seperti lemak susu atau lemak hewan.

Shortening nabati vs hewani
Shortening yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebenarnya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan shortening hewani. Ketersediaan bahan baku menyebabkan harga shortening nabati lebih murah.

Selain itu, dari aspek kesehatan, kandungan kolesterol shortening nabati juga lebih rendah dibandingkan dengan shortening hewani. Oleh karena itu, shortening ini lebih direkomendasikan bagi kalangan yang rentan terhadap konsumsi kolesterol.

Hanya saja, shortening tumbuh-tumbuhan ini memiliki tekstur yang kurang baik bila dibandingkan dengan shortening hewani. Selain itu rasa yang dihasilkannya tidaklah seenak shortening hewani.

Kelebihan shortening yang berasal dari lemak hewan adalah terletak pada rasa dan tekstur yang dihasilkannya. Lemak hewan, baik tallow maupun lard, memiliki rasa spesial: kandungan dan komposisi asam lemaknya menghasilkan rasa dan aroma yang lebih enak, sehingga lebih disukai oleh konsumen.

Selain itu lemak hewani memiliki tekstur yang lebih padat, tetapi akan menghasilkan makanan yang lebih renyah dan empuk. Oleh karena itu makanan yang menggunakan shortening hewani ini akan menghasilkan makanan yang lebih lembut, renyah, memiliki aroma yang lebih sedap, dan rasanya yang lebih lezat.

Mengingat kelebihan dan kekurangannya masing-masing, maka para produsen biasanya mencampurkan antara kedua sumber shortening tersebut. Di Amerika, pemerintahnya mengizinkan penggunaan klaim sebagai lemak nabati bagi shortening yang menggunakan campuran lemak hewani maksimal 10 persen. Artinya shortening nabati yang ditambahkan 5 atau 8 persen lemak hewani masih bisa diklaim sebagai shortening nabati.

Nah, di sinilah muncul masalah bagi konsumen Muslim. Dengan status "nabati" yang masih tercampur 5 persen hewani tersebut menyebabkan konsumen akan tertipu dengan klaim meyesatkan tadi. Jadi tak ada pilihan lain bagi kita, selalin hati-hati dan teliti sebelum membeli.
Ir Nur Wahid Msi, auditor LPPOM MUI dan ketua redaksi Jurnal Halal

sumber: www.halalguide.info

Teliti Sebelum Membeli

Teliti sebelum membeli? yang merupakan motto siaran niaga TVRI zaman baheula rasanya tetap tidak lekang dimakan waktu. Sikap konsumen untuk teliti dalam memilih produk yang akan dikonsumsinya harus selalu dilakukan. Bagi seorang muslim, kesalahan dalam memilih suatu produk yang dikonsumsinya dapat berujung pada kerugian lahir dan batin. Secara lahir, produk yang mengandung bahan berbahaya akan memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan. Sedangkan secara batin, mengkonsumsi produk tidak halal akan menghasilkan dosa. Oleh karena itu konsumen perlu sekali memahami informasi tentang produk yang akan dikonsumsinya, sehingga keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk tertentu tidak semata-mata karena tergiur dengan kemasan yang menarik, iklan yang bombastis atau harga yang murah.

Cara yang paling mudah adalah dengan teliti membaca label yang melekat pada kemasan produk. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu diteliti oleh konsumen sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk.


Memahami Bahasa/Tulisan
Langkah pertama yang harus diperhatikan oleh konsumen adalah memahami bahasa atau tulisan. Hal ini sangat perlu karena pada saat ini Indonesia kebanjiran produk impor baik yang legal maupun tidak. Meskipun aturan yang berlaku mewajibkan produsen untuk mencantumkan informasi yang dapat dipahami oleh konsumen secara umum, akan tetapi pada kenyataannya masih ada produk yang beredar di pasaran dengan tulisan atau bahasa yang sama sekali tidak dapat dipahami. Langkah konsumen yang terbaik dalam menghadapi produk seperti ini adalah menghindarinya.


Nomor Pendaftaran
Produk yang diproduksi dan beredar di Indonesia seharusnya terdaftar pada lembaga pemerintah yang berwenang yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan mendapatkan nomor pendaftaran. Nomor pendaftaran untuk produk pangan adalah MD atau SP untuk industri kecil. Sedangkan produk impor mendapatkan nomor registrasi dengan kode ML. Kode CD diberikan untuk produk kosmetika lokal dan CL untuk produk luar. Adapun kode TR diperuntukkan bagi produk obat tradisionil (jamu) dalam negeri dan TL untuk produk impor .


Nama Produk, Produsen dan Alamat Produksi
Nama dan alamat produsen tidak selalu sama dengan pabrik yang memproduksinya. Saat ini ada perusahaan tertentu yang sudah mendapatkan sertifikat halal untuk produk tertentu di Indonesia, kemudian memproduksi produk yang persis sama di pabrik lain di luar negeri. Padahal sertifikat halal MUI yang dimiliki hanya diberikan kepada produk yang diproduksi di Indonesia. Pada kasus lain, ada produsen yang sudah dikenal masyarakat luas sebagai produsen produk bersertifikat halal kemudian mengeluarkan produk baru dengan merk baru yang tidak disertifikasi halal. Konsumen yang tidak teliti akan otomatis beranggapan bahwa produk apapun yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut pasti halal. Hal-hal seperti ini tentunya menyesatkan konsumen. Oleh karena itu meneliti nama produk, produsen dan alamat produksinya perlu sekali dilakukan.


Label Halal
Cara yang paling mudah dilakukan untuk memilih produk halal adalah dengan melihat ada tidaknya label atau logo halal pada kemasannya. Produsen yang akan mencantumkan label halal harus memiliki sertifikat halal terlebih dahulu. Tanpa sertifikat halal MUI, ijin pencantuman label halal tidak akan diberikan pemerintah. Sampai saat ini memang belum ada aturan yang menetapkan bentuk logo halal yang khas, sehingga pada umumnya produsen mencetak tulisan halal dalam huruf latin dan/arab dengan bentuk dan warna yang beragam. Akan tetapi beberapa produsen sudah mulai membuat logo halal dengan bentuk logo MUI dengan mencantumkan nomor sertifikat halal yang dimilikinya. Hal ini dirasakan lebih aman bagi produsen karena masih cukup banyak produk yang beredar di pasaran yang mencantumkan label halal tanpa memiliki sertifikat halal MUI. Ma.


Daftar Bahan yang Digunakan
Salah satu hal penting lain yang harus diperhatikan oleh konsumen adalah daftar atau komposisi bahan atau istilah lain ingredients yang terkandung dalam produk yang akan dikonsumsi. Istilah bahan yang digunakan jika diperhatikan masih sangat beragam. Ada yang sudah menggunakan bahasa Indonesia yang secara umum dikenal oleh masyarakat, ada yang nasih menggunakan istilah asing atau dapat ditemukan juga penggunaan kode. Istilah asing yang perlu dikritisi kehalalannya antara lain emulsifier atau bahan pengemulsi, stabilizer atai bahan penstabil, shortening, tallow, gelatin dan collagen. Sedangkan lard adalah jenis yang harus dihindari karena merupakan istilah untuk lemak babi yang sudah pasti keharamannya. Kode yang sering muncul adalah kode untuk bahan pewarna dan kode E yang merupakan kode untuk bahan tambahan pangan atau food additives. Tidak semua bahan dengan kode E perlu dicurigai kehalalannya. Beberapa contoh kode E yang perlu diperhatikan karena mungkin berasal dari hewan adalah E422 (gliserol/gliserin), E430-E436 (asam lemak dan turunannya) dan E470-E495 (garam atau ester asam lemak). Sedangkan E334 adalah kode untuk L-(+)- tartaric acid yang merupakan hasil samping industri wine.

Untuk dapat mengetahui produk dan bahan-bahan mana yang perlu dikritisi, konsumen dituntut untuk terus menerus menambah pengetahuannya. Dengan demikian akan terbangun konsumen yang pintar dan kritis, sehingga mendorong produsen untuk lebih bertanggungjawab dalam berproduksi. Walhasil, pemeo ?konsumen adalah raja? dapat tetap dipertahankan.

sumber: www.halalmui.or.id

Mozzarella

The plastic, spun-curd buffalo milk cheese Mozzarella, originated from southern Italy. Pasteurized milk is curdled at 90 degrees F and the curd is cut. Extra time in the vat is allowed so that the curd can sink to the bottom and so that the lactic acids can soften the curd to make it easier to knead. The curd is treated with extremely hot water (200 degrees F) and is kneaded into a shiny lump. Bits of the mass are taken off cooled salted and are soon ready to be marketed.

Country: Italy
Texture: soft

source: www.cheese.com

Bocconcini

Bocconcini is a fresh Mozzarella that comes in various sizes, packed in either water or brine. Other fresh mozzarella, such as Fiore di Latte Trecce, etc. are Bocconcini in different shapes.

Country: Italy

Ricotta

Traditional, creamery, whey cheese made from cow's milk. It is a basin-shaped cheese, pure white and wet but not sticky. Good Ricotta should be firm, not solid and consist of a mass of fine, moist, delicate grains, neither salted nor ripened. It is white, creamy and mild and is primarily used as an ingredient in lasagna. It is primarily made with cow's milk whey which is heated to 170 degrees F. Citric acid is added to encourage destabilization and separation and the temperature is quickly raised to 185 degrees F. Proteins from the whey separate rise and coagulate; the proteins (lactalbumin) are skimmed off and put in a wicker basket to drain for two days after which the "cheese" is ready for market. There are three distinct varieties of ricotta: ricotta salata moliterna (ewe's milk whey), ricotta piemontese (cow's milk whey + 10% milk) and ricotta romana (a byproduct of Romano cheese production).

Country: Italy
Milk: cow milk
Texture: soft

source: www.cheese.com

Tata cara pendaftaran Cooking Class

  1. Kirim formulir pendaftaran via e-mail ke eo@bundainbiz.com dengan subject: PENDAFTARAN BIB-Cooking Class


  2. Segera lakukan transfer* ke salah satu rekening di bawah ini:
    Bank BCA Cabang Rawamangun
    No. Rekening: 094 074 9441
    Atas nama: Deasy Ariyani
    atau
    Bank Mandiri Cabang Pulomas
    No. Rekening: 125-00-0668323-9
    Atas nama: Deasy Ariyani

    Untuk memudahkan mengecekan, lakukan transfer dengan menambahkan 3digit terakhir no. telpon Anda pada nominal yang Anda bayarkan.

    Contoh:
    Dea mengikuti 2hari BIB-Cooking Class
    Nominal yang harus di transfer sebesar Rp550.000,-
    No. HP: 0815 90 67332
    Maka, Dea harus transfer sebesar Rp550.332,-


    *) Peserta HARUS melakukan pembayaran maximal 3 hari sebelum hari H

  3. Konfirmasikan pembayaran yang telah anda lakukan melalui e-mail ke eo@bundainbiz.com dengan subject: KONFIRMASI Cooking Class - NAMA ANDA

Formulir Pendaftaran

Data Peserta
Nama:
Alamat:
No. Telpon/HP:
Alamat e-mail:
Mengikuti cooking class pada: Sabtu, 4 Agustus 2007 / Minggu, 5 Agustus 2007
Mengetahui cooking class ini dari:

Copy-paste formulir pesanan ini, selanjutnya kirimkan ke eo@bundainbiz.com

Selanjutnya ikuti tata cara pendaftaran BIB-Cooking Class

Mascarpone

A soft, white, fresh, vegetarian, cream cheese from the Lombardy region of southern Italy. In fact, it is not cheese at all, but rather the result of a culture being added to the cream skimmed off the milk, used in the production of Parmesan. It is, however, described as a curd cheese, although it is made in much the same way as yogurt. To make Mascarporne cheese tartaric acid (natural vegetable acid derived from the seed of the tamarind tree) is needed. After the culture has been added, the cream is gently heated, then allowed to mature and thicken. This whitish to straw-yellow, creamy, mild fresh cheese is compact, but supple and spreadable and it is added to famous Italian desserts, sometimes accompanied by cognac. Frequently it is used for the preparation of certain dishes and sauces. It takes only a few days to ripen and has a fat content of 75 per cent.

Country: Italy
Milk: cow milk
Texture: soft
Fat content: 75 %

source: www.cheese.com

Creme Fraiche

A rich, thick cream cheese which is faintly soured. Wonderful over fruits and desserts, it is not a true cheese. Creme Fraiche is made by adding a culture to a fresh cream.

Milk: cow milk
Texture: soft

source: www.cheese.com

Feta

Feta is one of the most famous cheeses in Greece. It is made in various sizes, often as a loaf-shape. Feta is solid, but crumbly with some fissures. Pure white, it has a milky fresh acidity. Feta was originally made with either ewe's milk or a mixture of ewe's and goat's milk, but today most feta is made with pasteurized milk and tastes of little besides salt. Some people are put off by the strong salt content but the salt is intended only as a preservative and is not supposed to overpower the taste of the cheese. Feta can be soaked in fresh, cold water or milk for a few minutes or longer, if necessary, to make it less salty. It has a fat content of 40 - 50%.

Country: Greece
Milk: cow ewe and goat milk
Texture: soft

source: www.cheese.com

Hubungi Kami

Untuk mengetahui jadwal cooking class yang diselenggarakan oleh YUMMY dan BundaInBiz, silahkan menghubungi

Eva Z. Raiz (0811 84 82 89)
Dea Haryono (0815 90 67332)
Novi T. Setiawan (021 9286 1780)

e-mail: eo@bundainbiz.com

Cream Cheese

It is a modern, fresh cheese made of cow's milk. It is an acid curd cheese, but unlike cottage cheese, it requires a starter culture of bacteria. It is generally mild and velvety. Sometimes whey powder is added which results in more grainy texture of cheese. Perfect for cheesecakes and baking.

Milk: cow milk
Texture: soft

source: www.cheese.com

Cheese

Cheese is a solid food made from the milk of cows, goats, sheep and other mammals. Cheese is made by curdling milk using a combination of rennet (or rennet substitutes) and acidification. Bacteria culture acidify the milk and play a role in defining the texture and flavor of most cheeses. Some cheeses also feature molds, either on the outer rind or throughout.

There are hundreds of types of cheese produced all over the world. Different styles and flavors of cheese are the result of using milk from various mammals or with different butterfat contents, employing particular species of bacteria and molds, and varying the length of aging and other processing treatments. Other factors include animal diet and the addition of flavoring agents such as herbs, spices, or wood smoke. Whether the milk is pasteurized may also affect the flavor. The yellow to red coloring of many cheeses is a result of adding annatto. Cheeses are eaten both on their own and cooked as part of various dishes; most cheeses melt when heated.

For a few cheeses, the milk is curdled by adding acids such as vinegar or lemon juice. Most cheeses, however, are acidified to a lesser degree by bacteria, which turn milk sugars into lactic acid, followed by the addition of rennet to complete the curdling. Rennet is an enzyme mixture traditionally obtained from the stomach lining of young cattle, but now also laboratory produced. Vegetarian alternatives to rennet are available; most are produced by fermentation of the fungus Mucor miehei, but others have been extracted from various species of the Cynara thistle family.

Cheese has served as a hedge against famine and is a good travel food. It is valuable for its portability, long life, and high content of fat, protein, calcium, and phosphorus. Cheese is a more compact form of nutrition and has a longer shelf life than the milk from which it is made. Cheesemakers can place themselves near the center of a dairy region and benefit from fresher milk, lower milk prices, and lower shipping costs. The substantial storage life of cheese lets a cheesemaker sell when prices are high or when money is needed.

source: http://en.wikipedia.org/wiki/Cheese

Berkenalan dengan Pengembang Kue

Kita hanya melihat bahan baku pembuatan kue adalah tepung terigu, gula, margarin, telur, susu dan bahan pengisi seperti cokelat, keju, vanila, dan seterusnya. Tak banyak yang tahu bahan tambahan pada sepotong kue. Kalaupun tahu, tak banyak yang paham unsur pembentuk bahan pelembut dan pengembang kue.

Beberapa bahan seperti ovalet, TBM, SP, soda kue dan beberapa bahan lainnya memang membuat adonan menjadi lebih lembut dan mengembang. Masing-masing memiliki karakteristik pengembangan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Misalnya untuk membuat kue tart, kue bolu atau kue apem, perlu penggunaan bahan pengembang yang berbeda-beda. Namun zaman sekarang hampir tidak ada lagi kue yang tidak memakai bahan-bahan buatan itu.

Bahan pengembang yang biasa ada di pasaran terbuat dari turunan lemak yang disebut dengan mono dan di gliserida. Rantai lemak yang terdiri dari gliserol dan tiga asam lemak itu dimodifikasi dan dipotong salah satu atau dua rantai asam lemaknya sehingga memiliki karakteristik sebagai bahan pengemulsi, sekaligus memberikan tekstur yang lembut. Akibatnya adonan yang terdiri dari telur, lemak (margarin) dan air ini bisa mengembang dengan adanya pengocokan dan pengadukan. Sifat inilah yang dimanfaatkan untuk membuat kue dari tepung terigu itu berubah menjadi seperti sponge yang berongga-rongga ketika dipanggang atau dikukus.

Karena berasal dari lemak, maka ada dua kemungkinan yang dipakai. Pertama adalah lemak nabati (tumbuhan) dan kedua adalah lemak hewani. Jika lemak tersebut berasal dari lemak hewani, maka akan menyebabkan status kehalalannya jadi diragukan. Sebab bisa saja lemak tersebut berasal dari lemak babi atau hewan yang tidak halal lainnya. Ketika sumber lemaknya berasal dari hewan halal pun masih perlu dipertanyakan, apakah hewan tersebut disembelih secara Islam ataukah tidak.

Bagaimana dengan bahan pengembang kue yang ada di pasaran saat ini? Itulah yang menjadi persoalan bagi konsumen, khususnya yang biasa membuat kue sendiri di rumah. Produk-produk yang beredar di pasar dalam kemasan kecil pada umumnya belum memiliki sertifikat halal. Dengan demikian tidak jelas status kehalalannya, apakah berasal dari lemak halal ataukah tidak.

Beberapa perusahaan yang menghasilkan bahan pengembang kue ini sebenarnya sudah ada yang menggunakan sumber lemak halal dan telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Namun produk-produk tersebut pada umumnya diproduksi dalam skala besar dan dikemas dalam wadah ember 5 kg atau lebih besar lagi. Biasanya diperuntukkan bagi kalangan industri roti dan kue yang memang menggunakan bahan tersebut dalam jumlah besar.

Kesulitan akan dihadapi oleh ibu-ibu rumah tangga yang membuat kue untuk keperluan sendiri, bukan untuk usaha. Penggunaan bahan pengembang tersebut hanya dalam jumlah sangat kecil. Kalau untuk keperluan rumah tangga, paling hanya dibutuhkan beberapa gram saja. Oleh karena itu bahan pengembang dalam wadah besar ini sangat mubazir dan tidak efisien.

Namun pengembang kue dalam kemasan kecil yang biasa ada di pasaran dengan merek yang sudah sangat terkenal sampai saat ini belum jelas kehalalannya. Masalah ini akan menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kalangan ibu rumah tangga yang ingin mencari pengembang kue halal dalam skala kecil. Demikian juga dengan industri rumah tangga yang membuat kue dalam jumlah kecil.

Lembaga Pengkajian pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia sudah beberapa kali mencoba menghubungi perusahaan yang memproduksi pengembang kue tersebut untuk melakukan sertifikasi halal bagi produk-produknya. Hal ini mengingat banyaknya konsumen muslim yang menggunakan produk tersebut dalam pembuatan kue dan belum jelas status kehalalannya. Namun sampai saat ini pihak yang bersangkutan masih belum mengindahkan imbauan tersebut.

Usaha untuk mencari alternatif bahan pengembang kue yang jelas kehalalannya dan diproduksi dalam kemasan kecil menjadi sangat urgen dan dinantikan masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pengemasan ulang terhadap pengembang kue yang halal dan dalam skala besar ini menjadi kemasan yang lebih kecil (5 atau 10 gr). Namun untuk itu diperlukan pelaku usaha yang bisa melakukan proses pengepakan ulan ini. Ini akan menjadi sebuah peluang usaha yang cukup menjajikan bagi pengusaha kecil dan menengah.

Nur Wahid, Ketua Bidang Sosialisasi dan Auditor LPPOM MUI.

sumber: www.halalguide.info

Keju

Keju yang diambil dari bahasa Portugis 'queijo' adalah sebuah makanan yang dibuat dari susu. Sebagai susu seringkali dipakai susu sapi. Selain itu susu kambing, keledai, kuda dan unta juga dipakai.

Keju dibuat dari susu dengan menghilangkan kandungan airnya dan memberinya alat untuk fermentasi.

Keju banyak mengandung protein, kalsium, fosfor dan lemak.

Belanda adalah salah satu produsen keju terbesar di dunia. Jenis-jenis keju Belanda yang terkenal berasal dari Gouda, Edam dan Leiden.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Keju